Beroperasinya sejumlah pabrik telepon seluler (ponsel) di Indonesia mulai menekan impor ponsel sepanjang tahun 2015. Kementerian Perindustrian mencatat, impor ponsel sampai September 2015 mencapai 26 juta unit. Angka ini jauh di bawah realisasi impor ponsel sepanjang 2014 lalu yakni mencapai 60 juta unit.
I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian mengklaim, tren penurunan impor terjadi lantaran beberapa pabrik perakitan ponsel di Indonesia mulai produksi. "Impor ponsel tergantikan dengan produksi dalam negeri," kata Putu, Kamis (5/11).
Ia menyebut impor ponsel secara jumlah maupun nilai semua turun. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor ponsel Januari-Agustus 2015 turun 34,2% menjadi US$ 1,3 miliar ketimbang periode yang sama 2014 (lihat tabel).
Country Lead Smartphone Division PT Lenovo Indonesia Adrie Suhadi membenarkan pendapat Putu. Ia menyebut tujuan pendirian pabrik di Indonesia untuk mengurangi impor. "Jadi wajar impor ponsel turun," kata Andrie.
Pun demikian dugaan Putu dan Andrie belum tentu seratus persen benar. Sebab, industri yang selama ini aktif sebagai importir dan pedagang ponsel menduga nilai impor terlihat turun lantaran banyak ponsel impor masuk Indonesia lewat jalur ilegal yakni penyelundupan.
Djatmiko Wardoyo, Sekretaris Perusahaan distributor ponsel PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) menduga, tren penurunan impor ponsel bisa jadi karena maraknya pasar ponsel ilegal. "Masih ada ponsel di black market," kata Djatmiko kepada KONTAN, Kamis (5/11).
Perlu diketahui, istilah ponsel black market di pasar ponsel sudah awam diketahui publik. Sebutan ponsel black market disematkan untuk ponsel selundupan. Biasanya, ponsel selundupan ini tidak memiliki kartu garansi atau manual bahasa Indonesia. Sayang, Djatmiko tak mengetahui detail dari peredaran ponsel black market ini.
Sebagai ilustrasi adanya ponsel selundupan adalah adanya produk ponsel global yang belum di rilis di pasar Indonesia oleh distributor resmi, tapi produknya sudah di jual di pasar bebas.
Djatmiko yakni, meskipun ada produsen global yang telah menjanjikan untuk membangun pabrik di Indonesia, impor tetap tinggi. "Yang di produksi di dalam negeri hanya sebagian kecil, mayoritas masih impor," katnya.
Lapangan pekerjaan
Sebagai catatan, beberapa pabrikan ponsel global yang menyatakan komitmen membangun pabrik di Indonesia terbaru adalah Lenovo. Dalam rencananya, Lenovo menggandeng Tridharma Kencana untuk produksi di Serang, Banten. Tahap awal, ada dua tipe ponsel pintar, yaitu Lenovo A2010 dan A6010.
Merek ponsel lain yang telah bikin pabrik di Indonesia adalah: Samsung, Oppo, Haier, IVO untuk Bolt & Venera, Modem Bolt dan ZTE untuk Bolt, Polytron, Evercross, Advan, Axioo, MITO, Gosco, SPC dan Asiafone.
Tak semua merek ponsel ternama dunia tertarik untuk mendirikan pabrik. Ada dua merek ponsel ternama seperti Apple dan BlackBerry, belum membuat keputusan.
Kabar terakhir yang diperoleh KONTAN, kedua merek yang mendapatkan pangsa pasar cukup besar di Indonesia ini masih melakukan kajian. Jika sampai akhir 2015 tak merealisasikan mendirikan pabrik, maka izin impor Apple dan BlackBerry bakal dicabut. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 82/ 2012, tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, importir wajib membuat pabrik ponsel di Indonesia paling lambat 2015.
Untuk pengembangan industri ponsel ini, pemerintah sedang menyusun aturan penggunaan komponen lokal atau Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN). Aturan yang berlaku 1 Januari 2017 ini akan diterapkan bertahap dengan tahap awal wajib TKDN sebesar 30%.
Adapun target dari pemakaian produk dalam negeri ini bertujuan untuk meningkatkan geliat industri teknologi di dalam negeri. "Pabrik ponsel ini juga menambah lapangan kerja dan mendekatkan produsen pada pasarnya," tambah Menteri Perindustrian Saleh Husin.